Wednesday, November 3, 2010

TINDAK PIDANA PERS DALAM KUHP DAN UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

Dirangkum dari buku Panduan Hukum Untuk Jurnalis oleh Aliansi Jurnalis Independen terbitan AJI Jakarta tahun 2005.

Dalam era kebutuhan masyarakat untuk menerima informasi dengan pergerakan sangat cepat, media massa memiliki peranan sangat penting. Dari tahun ke tahun bertambah terus media yang menyediakan informasi dengan cepat, akurat, dan disajikan dalam bentuk hard news. Bentuk penyampaian berita tidak lagi konvensional seperti Koran, majalah, tabloid, berita TV dan berita Koran.

Jurnalisme adalah salah satu cara kebebasan mengemukakan pendapat seperti yang tercantum dalam undang-undang dan konvensi.

Di Indonesia jaminan tersebut ada pada Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi, Pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. (Pasal 19 dari Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 menyatakan “setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat”).

Jaminan terhadap kemerdekaan tersebut juga terdapat dalam setiap naskah hak-hak asasi manusia yang dikeluarkan setelah Perang Dunia II, misalnya Deklarasi Umum PBB tentang Hak-Hak Asasi manusia tahun 1948 dalam Pasal 19 menyatakan: Pasal 19 ”Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk meliputi kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keteranganketerangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas-batas.

Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
Pasal 19
“1. Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapatkan gangguan;
2. Setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat atau mengungkapkan diri, dalam hal ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberi informasi/keterangan dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan pembatas-pembatasan, baik secara lisan maupun tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, atau sarana lain menurut pilihannya sendiri;
3. Pelaksanaan hak-hak yang diberikan dengan ayat 2 pasal ini membawa berbagai kewajiban dan tanggungjawabnya sendiri. Maka dari itu dapat dikenakan pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi hal demikian hanya boleh ditetapkan dengan undang-undang dan sepanjang keperluan untuk:
a. Menghormati hak-hak dan nama baik orang lain;
b. Menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau kesusilaan
umum.

Pasal 10 Konvensi Eropa tentang Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1950 yang menyatakan:
”(1) Setiap orang berhak atas kebebasan untuk mengutarakan pendapat. Hak ini harus mencakup kebebasan berpendapat dan kebebasan untuk menerima dan memberikan keterangan tanpa campur tangan suatu instansi (badan) umum dan tanpa mengindahkan perbatasan-perbatasan. Pasal ini tidak akan menghalangi suatu negara untuk memberikan syarat ijin usaha untuk penyiaran, televisi dan bioskop.
(2) Pelaksanaan segala kebebasan ini, karena membawa berbagai kewajiban dan tanggungjawab masing-masing, harus mengikuti formalitas, persyaratan atau pidana, yang diatur dengan undang-undang dan diperlukan dalam suatu masyarakat demokrasi demi kepentingan keamanan, integritas/kedaulatan wilayah atau keselamatan umum; untuk mencegah kekacauan atau kejahatan, menjaga kesehatan atau kesusilaan umum, melindungi nama baik atau hak orang lain, menghalangi pengungkapan keterangan yang telah diterima sebagai rahasia, atau guna mempertahankan kekuasaan dan kenetralan peradilan.”

Dalam waktu satu dasawarsa terakhir berkembang pesat berita online atau yang lebih sering disebut berita dotcom. Tidak hanya koran cetak saja yang membuat portal berita. Situs berita juga bermunculan meskipun sebelumnya tidak mempunyai versi cetak.

Meskipun tuntutan pekerjaan jurnalis atau pers meningkat, pemburu berita ini juga dituntut keprofesionalitasnya. Terutama untuk memainkan peranan sebagai watch dog dalam masyarakat dan kekuasaan pemerintah. Meksipun menulis sebagai kebebasan berekspresi, mengemukakan pendapat dan memainkan peranan watch dog, tidak sedikit jurnalis yang melakukan kesalahan dalam membuat berita.

Dewan Pers sampai saat ini menerima berita yang berpotensi melanggar kode etik, menyangkut pencemaran nama baik, dan berita yang berpotensi kriminal atau tidak terjadi (hanya mengada-ada). Tetapi Dewan Pers hanya menerima pengaduan untuk pemberitaan yang diduga melanggar kode etik. Sedangkan berita berpotensi kriminal tetap menjadi kewenangan pengadilan.
Terhadap berita yang diadukan, Dewan Pers mengeluarkan rekomendasi seperti :
1. Berita tidak melanggar kode etik;
2. Berita melanggar kode etik;
3. Berita dari banyak sisi memang bermasalah.

Menurut Dr. Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia) suatu tindakan bisa menjadi tindak pidana pers jika memenuhi tiga syarat :
1. Harus dilakukan dengan barang cetakan;
2. Harus merupakan pernyataan pikiran atau perasaan (sengaja/ bukan dipaksa);
3. Harus ternyata bahwa publikasi itu merupakan suatu syarat untuk menumbuhkan kejahatan.

Berkaitan dengan pidana pers masih ada perdebatan mana peraturan yang berlaku? Apakah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers? Apakah Undang-Undang Pers menjadi lex specialis derogate legi generalis?

Dalam Undang-Undang Pers tidak diatur secara detil tentang tindak pidana. Disebut dalam Pasal 18 ayat 2 “Perusahaan Pers yang melanggar pasal 5 ayat 1 dan 2, serta Pasal 13, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sedangkan di Pasal 5 ayat 1 dinyatakan Pers Nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Pasal 5 tersebut mencakup hampir seluruh bentuk kejahatan di perusahaan media.
Dalam penjelasan Pasal 12 Undang-Undang Pers ditentukan terhadap pelanggaran pidana dikenakan undang-undang pidana. Sehingga dapat disimpulkan KUHP dapat diberlakukan untuk tindak pidana tertentu yang dilakukan oleh pers.

Pasal-Pasal Pidana Pers Dalam KUHP

Berikut ini adalah Pasal-Pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan beberapa tindak pidana pers.

A. Pasal 310 sampai Pasal 321 tentang Aneka Penghinaan
Pasal 310 ayat (1) “Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam dengan pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Pasal 310 ayat (2) “Dalam hal dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Kata pencemaran ditulis “dilakukan dengan tulisan atau gambaran” dimuat di media dalam bentuk tulisan/ teks atau image. Dengan berkembangnya zaman diartikan lebih luas seperti script yang dibaca pada media radio dan televisi, termasuk juga rekaman video, image foto, image digital, dan karikatur.

B. Pasal 483 sampai Pasal 485 tentang Kejahatan Dengan Cetakan
Pasal 483 “Barang siapa menerbitkan sesuatu tulisan atau sesuatu gambar yang karena sifatnya merupakan delik, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

C. Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 tentang Kejahatan Atas Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 137 ayat 1 “Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 137 ini ditujukan kepada orang yang mempublikasikan tulisan dan gambar berisi penghinaan, bukan yang membuatnya.

D. Pasal 142 sampai Pasal 145 tentang Kejahatan atas Negara Sahabat dan Kepada Negara Sahabat.
Pasal 142 “Penghinaan dengan sengaja terhadap yang memerintah atau kepada Negara sahabat diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

E. Pasal 156, Pasal 156a, Pasal 157, Pasal 160, Pasal 162, Pasal 163 KUHP, Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 (Informasi dan Transaksi Elektronik) tentang Kejahatan Atas Ketertiban Umum.
Pasal 156 “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Yang dimaksud dengan “golongan” dalam pasal ini dan pasal berikutnya ialah tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

F. Pasal 112 dan 113 tentang Membocorkan Rahasia Negara.
Pasal 112 “Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

G. Pasal 322 tentang Membuka Rahasia Jabatan/ Profesi.
Pasal 322 ayat 1 “ Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.”

Dalam praktek jika narasumber minta dirahasiakan identitasnya lalu jurnalis malah membuka, maka si jurnalis dapat dijerat dengan pasal ini.

H. Pasal 282, Pasal 283, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535 KUHP dan Undang Undang No. 44 Tahun 2008 (Pornografi) tentang Kejahatan Kesusilaan/ Pornografi.
Pasal 282 ”barangsiapa menyiarkan mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum, tulisan atau gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, dapat dikenai pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tingg empat ribu lima ratus rupiah." Pasal lain yang tidak banyak memberi penjelasan adalah pasal 533 ayat 1, di dalamnya tertulis: barangsiapa di tempat lalu lintas umum dengan terang-terangan mempertunjukkan atau menempelkanctulisan dengan judul, kulit atau isi yang dibikin terbaca, maupun gambar ataucbenda yang mampu membangkitkan nafsu birahi remaja dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama dua tahun. Karena itu mengenai pornografi diatur lebih dalam undang-undang tersendiri.


Referensi :
1. Kitab Undang Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers;
3. Panduan Hukum Untuk Jurnalis oleh Aliansi Jurnalis Independen terbitan AJI Jakarta tahun 2005.

Friday, October 1, 2010

PERBEDAAN PROSEDUR DALAM HUKUM ACARA PERDATA DAN HUKUM ACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Hubungan Industrial adalah perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh ataupun Serikat Buruh dengan Pengusaha, karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan dalam satu perusahaan.

Berbeda dengan dulu masih terdapat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P), saat ini penyelesaian perselisihan industrial dilakukan melalui proses musyawarah terlebih dahulu yang menyerupai P4D dan P4P. Jika sebelum berlaku Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI), perselisihan perburuhan yang berkaitan dengan surat keputusan pejabat diperkarakan di Pengadilan Tata Usaha Negara dan/ atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, maka sejak berlaku UU PPHI, perselisihan tersebut dapat dilakukan di Pengadilan Hubungan Industrial.

Tidak semua buruh mengetahui adanya Pengadilan Hubungan Industrial meskipun Undang-Undang yang mengatur itu sudah ada sejak hampir lima tahun. Apalagi proses di pengadilan hampir serupa dengan proses pengadilan kasus perdata.

Status Pengadilan Hubungan Industrial memang merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan Peradilan Umum. Seperti yang telah disebut di atas. Tugas dan Kewenangan Pengadilan tersebut adalah mengadili hal-hal yang tercantum dalam Pasal 2 UU PPHI.


Pasal 2

Jenis Perselisihan Hubungan Industrial meliputi :

   1. perselisihan hak;
   2. perselisihan kepentingan;
   3. perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan
   4. perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.



Lalu apa perbedaan hukum acara dalam Kasus Perdata dan Perselisihan Hubungan Industrial? Berikut ini akan dibahas beberapa point tentang perbedaan keduanya.


1.   Hakim Adhoc

Hakim Adhoc adalah salah satu bagian dari susuna Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di tingkat Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Hakim Adhoch ini merupakan unsur dari Pengusaha dan Serikat Pekerja.

Hakim Adhoc diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung dari nama yang disetujui oleh Menteri atas usul serikat pekerja dan organisasi pengusaha.

Tentunya hakim adhoc ini tidak dikenal dalam hukum acara perdata.


2.   Empat Macam Perselisihan dalam UU PPHI.

Jika dalam Hukum Acara Perdata dikenal bermacam-macam gugatan dengan sengeketa yang berbeda, dalam PHI hanya dikenal empat macam perselisihan seperti disebut dalam Pasal 2 UU PPHI.


3.   Tidak ada Upaya Banding dan Membatasi Perkara Tertentu Untuk Kasasi.

Dalam Hukum Acara Perdata tidak ada batasan perkara tertentu untuk Banding dan Kasasi. Setiap pihak yang bersengeketa tidak puas dengan putusan hakim, ia berhak untuk mengajukan upaya banding.

Pada PHI, tidak ada upaya Banding. Ada kasasi tapi untuk perkara tertentu.

Untuk menjamin penyelesaian yang cepat, tepat, adil, dan murah, penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui PHI yang berada pada lingkungan peradilan umum dibatasi proses dan tahapannya dengan tidak membuka kesempatan lagi untuk mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi. Putusan PHI pada Pengadilan Negeri yang menyangkut perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat langsung dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.

Sedangkan putusan PHI pada Pengadilan Negeri yang menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.


4.   Tidak Ada Biaya Perkara Untuk Gugatan di Bawah Rp. 150.000.000,-

Jika di Hukum Acara Perdata ada kewajiban membayar biaya perkara, kecuali bagi yang tidak mampu, pada PHI biaya perkara cenderung lebih meringankan.

Untuk gugatan perselisihan hubungan industrial di bawah Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta Rupiah) tidak ada biaya perkara.


5.   Gugatan ke PHI pada Pengadilan Negeri di Wilayah Pekerja Bekerja

Gugatan dalam Hukum Acara Perdata diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah di mana Tergugat tinggal. Atau bila ditentukan dalam Perjanjian, maka akan mengikuti sesuai dengan Pengadilan Negeri di wilayah sesuai dengan kesepakatan para pihak dan tertuang dalam Perjanjian tersebut.

Berbeda dengan PHI, gugatan diajukan ke pengadilan negeri di wilayah di mana pekerja bekerja.

Hal ini kadang membuat buruh bingung saat menafsirkan dalam UU PPHI apa yang dimaksud  tempat pekerja bekerja.

Contoh kasus : Seorang pekerja bekerja di sebuah pabrik di Tangerang dan bertempat tinggal di Depok. Sementara kantor pusat pabrik itu berada di Jakarta. Di mana pekerja akan mengajukan gugatan perselisihan hubungan industrial?

Jawaban : Ke pengadilan negeri Tangerang.


6.   Bipartit dan Mediasi Wajib (di luar PHI)

Perundingan dianjurkan oleh hakim saat di persidangan pertama dalam Hukum Acara Perdata. Mediasi bahkan dapat dilakukan oleh Hakim di Pengadilan Negeri dan para pihak yang berperkara tidak perlu membayar hakim tersebut.

Bagaimana dengan PHI? Bipartit dan Mediasi wajib dilakukan di luar PHI.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diusahakan melalui penyelesaian
perselisihan yang terbaik, yaitu penyelesaian perselisihan oleh para pihak yang berselisih, sehingga dapat diperoleh hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. Penyelesaian ini dapat diselesaikan melaui Bipartit, Tripartit, Arbitrase dan Pengadilan Hubungan Industrial.

Penyelesaian Bipartit dapat dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat oleh para pihak, tanpa dicampuri oleh pihak manapun.

Penyelesaian Tripartit dilakukan, dalam hal apabila penyelesaian perselisihan melalui Bipartit antara Pengusaha dengan buruh tidak dapat tercapai, maka Pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan masyarakat kepada pekerja/buruh dan Pengusaha, berkewajiban memfasilitasi penyelesaian Hubungan Industrial tersebut. Upaya fasilitasi dilakukan dengan menyediakan tenaga Mediator yang bertugas untuk mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang berselisih.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Arbitrase dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama, dan apabila didalam Perjanjian Kerja Bersama tidak diatur tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial secara Arbitrase, maka para pihak dapat membuat Perjanjian pendahuluan yang berisikan penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase pada saat sengketa telah terjadi.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Arbitrase yang dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak, tidak dapat diajukan Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial karena Putusan Arbitarse bersifat akhir dan tetap, kecuali dalam hal-hal tertentu dapat dilakukan pembatalan ke Mahkamah Agung RI.

Penyelesaian Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial dilakukan, apabila tahapan proses Bipartit dan Tripartit tidak dapat menemui titik temu. Permohonan pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan Gugatan oleh salah satu pihak yang tidak menerima anjuran yang telah dikeluarkan oleh Mediator ataupun Konsiliator, kepada Ketua Pengadilan Hubungan Industrial. Pemeriksaan sengketa Perselisihan Hubungan Industrial dillaksanakan oleh Majelis Hakim yang beranggotakan 3 (tiga) orang, yakni seorang Hakim Pengadilan Negeri dan 2 (dua) orang Hakim Ad–Hoc yang pengangkatannya di usulkan oleh organisasi Pengusaha dan organisasi buruh.


7.   Serikat Pekerja dan Organisasi Pengusaha sebagai Kuasa Anggotanya

Dalam Hukum Acara Perdata, hanya subjek yang berperkara dan advokat yang boleh beracara di Pengadilan.

Dalam PHI Serikat Pekerja dan Organisasi Pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa anggotanya.


8.   Mengenal Pemeriksaan dengan Acara Biasa dan Acara Cepat

Pemeriksaan Acara Cepat dikenal dalam UU PPHI seperti tercantum dalam Pasal 98.

   1. Apabila terdapat kepentingan para pihak dan/ atau salah satu pihak yang yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan pemohon yang dari kepentingan, para pihak dan/ atau salah satu pihak dapat memohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial supaya pemeriksaan sengeketa dipercepat.
   2. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkan permohonan tersebut.
   3. Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 (dua) tidak dapat digunakan upaya hukum.


Jelas dalam PHI dikenal adanya pemeriksaan dengan acara biasa dan acara cepat. Yang mana acara cepat tidak dikenal dalam Hukum Acara Perdata.

9.   Waktu Penyelesaian Dibatasi

Waktu penyelesaian dalam PHI dibatasi yaitu 50 hari kerja di tingkat Pengadilan Negeri dan 30 hari kerja di tingkat Kasasi. Hal ini untuk menjamin penyelesaian yang cepat, tepat, adil, dan murah.

Sedangkan pada Hukum Acara Perdata waktu penyelesaian diatur secara internal dengan SK Ketua Mahkamah Agung kecuali Kasasi yang diatir dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.

Kelemahannya dalam PHI adalah tidak diatur jangka waktu dari satu proses pengadilan ke pengadilan (upaya hukum) berikutnya.


10.Putusan Sela Tidak Dapat Diajukan Perlawanan
 

Dalam PHI putusan sela tidak dapat diajukan perlawanan dan/ atau upaya hukum. Misalnya putusan sela tentang pembayaran upah skorsing.
 

Dalam Hukum Acara Perdata putusan sela dapat dimintakan upaya banding.


11.Pembatalan Putusan Arbitrase Dilakukan Oleh Mahkamah Agung

Seperti yang disebut di atas, dikenal juga proses arbitrase dalam Penyelesaian Hubungan Industrial. Jika ada pembatalan putusan arbitrase, maka harus dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Pada Hukum Acara Perdata pembatalan putusan arbitrase dilakukan Ketua Pengadilan Negeri.



Referensi :

Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Makalah workshop Prosedur dan Kiat Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial yang diadakan Affix Consulting di Hotel Bidakara.

Wednesday, September 1, 2010

HIPOTEK KAPAL LAUT SEBAGAI SALAH SATU PEMBEBANAN HAK JAMINAN DI INDONESIA


Pengertian Hipotek Kapal Laut

Kapal laut tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi laut, namun kapal juga dapat dijadikan jaminan hutang. Dalam istilah Hipotek Kapal Laut terdapat dua kata yaitu kata ’kapal’ dan kata ’laut’. 

Dalam Pasal 1162 KUHPerdata, Hipotek adalah :
Suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan.

Sedangkan pengertian kapal ada dalam Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (PP Perkapalan), sebagai berikut :

Kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan laut, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

Jika dikaji dari beratnya, kapal dapat dibedakan menjadi 2 macam :
a. Kapal yang beratnya kurang dari 20m3, dan
b. Kapal yang beratnya di atas 20m3.

Perbedaan berat, akan berpengaruh pada jenis pembebanan jaminan. Apabila beratnya kurang dari 20 m3, maka lembaga jaminan yang digunakan adalah fidusia, sedangkan kapal yang beratnya di atas 20 m3, maka pembebanannya menggunakan hipotek kapal.

Dalam Pasal 1 angka (12) Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran) Hipotek kapal diartikan :

Hipotek Kapal adalah hak agunan kebendaan atas kapal yang terdaftar untuk menjamin pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain.

Hak jaminan pada hipotek kapal laut ini adalah hak memberi kepada yang berhak/ kreditur hak didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan Kapal yang dibebani hipotek.
Kapal yang dibukukan atau didaftar adalah grosse akta yang merupakan salinan pertama dari asli (minuta) akta. Diberikan dengan akta autentik maksudnya adalah bahwa hipotek kapal itu harus dilakukan dengan akta autentik. Artinya dibuat di muka dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik adalah pejabat pembuat akta kapal laut.

Menjamin tagihan hutang, maksudnya, bahwa dengan adanya hipotek kapal laut tersebut memberikan keamanan dan menjamin kepastian hukum bagi kreditur. Apabila debitur wanprestasi, maka objek hipotek kapal laut tersebut dapat dilakukan pelelangan di muka umum dengan tujuan untuk pelunasan suatu hutang pokok, bunga, dan biaya-biaya lainnya.

Pembebanan Hipotek Kapal Laut
Kapal yang dapat dijadikan jaminan adalah :
a. kapal yang didaftar; dan
b. dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana kapal semula didaftar.

Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan hipotek kapal laut sebagaimana di bawah ini :
a. kapal yang dibebani hipotek harus jelas tercantum dalam akta hipotek;
b. perjanjian antara kreditur dengan debitur ditunjukkan dengan perjanjian kredit (yang merupakan syarat pembuatan akta hipotek);
c. nilai kredit, yang merupakan nilai keseluruhan yang diterima berdasarkan barang yang dijaminkan (misalnya tanah, rumah, kapal);
d. nilai hipotek dikhususkan pada nilai kapal (pada bank dilakukan oleh Appresor);
e. pemasangan hipotek sesuai dengan nilai kapal dan dapat dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah mengajukan permohonan kepada penjabat pendaftar dan pejabat balik nama dengan mencantumkan nilai hipotek yang akan dipasang.
Dokumen-dokumen yang biasa digunakan untuk mengajukan permohonan pembebanan hipotek kapal laut antara lain :
1. Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek.
Surat kuasa memasang hipotek merupakan surat kuasa yang dibuat di muka dan atau di hadapan notaris. Surat kuasa ini dibuat antara pemilik kapal dengan orang yang ditunjuk untuk itu. Substansi atau isi surat ini adalah bahwa pemilik kapal memberikan kuasa kepada orang ditunjuk untuk mengurus kepentingannya.
2. Grosse Akta Pendaftaran/ Balik Nama
Tidak semua kapal dapat dijaminkan dengan hipotek kapal laut. Syarat kapal yang dapat dijadikan jaminan hipotek adalah kapal yang telah didaftarkan pada pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan akta pendaftaran kapal laut adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Pejabat yang ditunjuk untuk itu adalah syahbandar.
Sehingga jelas kapal yang dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotek atas kapal adalah kapal yang telah didaftarkan di dalam Daftar Kapal Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 60 Undang-Undang Pelayaran.
3. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan pemilik kapal (debitur). Bentuk perjanjiannya tertulis.

Sebagaimana dijelaskan di atas, pembebanan hipotek atas kapal dilakukan dengan pembuatan akta hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Induk Pendaftaran Kapal.
Setiap akta hipotek diterbitkan 1 (satu) Grosse Akta Hipotek yang diberikan kepada penerima hipotek. Grosse Akta Hipotek ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan tang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam Pasal 61 Undang-Undang Pelayaran, Kapal Laut dapat dibebani lebih dari 1 (satu) hipotek. Peringkat masing-masing hipotek ditentukan sesuai dengan tanggal dan nomor urut akta hipotek.

Hapusnya Hipotek Kapal Laut dan Roya Akta Hipotek Kapal Laut
Hapusnya hipotek diatur dalam Pasal 1209 KUHPerdata. Hapusnya hipotek karena 3 hal :
a. Hapusnya perikatan pokok;
b. pelepasan hipotek itu oleh kreditur; dan
c. pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan

Roya atas akta hipotek kapal laut berkaitan erat dengan pelunasan kredit oleh debitur. Apabila kredit sudah dibayar/ lunas, kreditur mengajukan permohonan roya.
Dalam Pasal 63 disebutkan bahwa pencoretan hipotek (roya) dilakukan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal atas permintaan tertulis dari penerima hipotek. Jika permintaan diajukan oleh pemberi hipotek, permintaan tersebut dilampiri dengan surat persetujuan pencoretan dari penerima hipotek.


Daftar Acuan :
1. Republik Indonesia, 2008. Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran Negara RI Tahun 2008, No. 64. Sekretariat Negara;
2. Republik Indonesia, 2002. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Sekretaris Negara Republik Indonesia; dan
3. H. Salim HS, S.H.,M.S., 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Penerbit Rajawali Pers.

Wednesday, August 25, 2010

PERANAN LEGAL ADVISOR DALAM SYNDICATED LOAN


Untuk mengembangkan bisnis kadangkala sebuah perusahaan membutuhkan dana sangat besar. Mengembangkan bisnis bisa termasuk membangun pabrik, membangun hotel bintang lima, melakukan tender pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, atau pembiayaan proyek lainnya.
          Perusahaan dapat meminjam dana dari bank-bank besar yang dalam prakteknya ada juga bank asing seperti BNP Paribas, The Korea Development Bank, Emirates Bank, Bank of China, VTB Bank, dan bank-bank lain termasuk bank asing yang memiliki cabang di Indonesia dan bank lokal.
          Peminjaman dalam jumlah besar yang diajukan kepada beberapa bank besar disebut Syndicated Loan atau kredit sindikasi. Karena banyak bank-bank asing terlibat dalam syndicated loan, istilah yang digunakan juga menggunakan bahasa Inggris (seperti : facility fee, covenant, facility agent, dan lain-lain) termasuk untuk dokumen-dokumen hukum dalam bahasa Indonesia.
          Dalam artikel ini saya coba menjelaskan tidak terlalu detil mengenai cara kerja Syndicated Loan dan fungsi konsultan hukum di dalamnya.

Syndicated Loan dan Cara Bekerjanya
          Syndicated Loan pada dasarnya adalah pinjaman dalam jumlah besar yang diberikan oleh bank-bank kepada satu debitur (Borrower). Pada legal structure Syndicated Loan merupakan pinjaman terpisah dari beberapa bank (Lender) yang tunduk kepada syarat dan ketentuan tertentu. Dan nantinya dalam pembayaran pinjaman oleh Borrower harus dilakukan kepada semua bank yang berperan sebagai Lender dan tidak boleh dibayar semua ke satu bank saja.
          Untuk mempermudah system kerja Syndicated Loan ada yang disebut Arranger. Arranger adalah bank yang mengatur segala sesuatunya, dari mulai kredit diproses, menawarkan keikutsertaan kepada bank-bank lain, memonitor sampai dengan penandatanganan Syndicated Loan dan memonitor setelah Syndicated Loan ditandatangani.
Selain Arranger yang memiliki tugas berat, ada juga Lead manager atau bank yang memimpin sindikasi. Lead Manager bisa juga merangkap sebagai Arranger. Sebagai Lead Manager maka bank tersebut harus mendapatkan surat tugas yang biasanya disebut mandat dari nasabah.


Info memo adalah salah satu hal penting lainnya seperti di bawah ini :
Information Memorandum: Typically prepared by both the Arranger and the borrower and sent out by the Arranger to potential syndicate members. The Arranger assists the borrower in writing the information memorandum on the basis of information provided by the borrower during the due diligence process. It contains a commercial description of the borrower's business, management and accounts, as well as the details of the proposed loan facilities being given.

Ada juga Facility Agent yaitu bank yang bertindak sebagai agen fasilitas kredit. Dalam Syndicated Loan biasanya ditunjuk satu bank selaku agen fasilitas kredit, di mana agen ini bertugas memberitahukan kepada bank-bank peserta sindikasi tentang kapan uang harus disetorkan ke rekening agen fasilitas dan selanjutnya agen fasilitas baru menyalurkan ke rekening Borrower.
Sebelum surat mandat diberikan kepada Lead Manager ada beberapa tahapan dan proses seperti di bawah ini :
-      Direncanakan jumlah Loan yang akan diberikan kepada Borrower. Jumlah ini direncanakan agar tidak diberikan terlalu banyak atau terlalu sedikit;
-      Diperhatikan apakah Borrower punya masalah seperti kredit macet di salah satu bank calon Lender (bank perserta sindikasi).
-      Diperhatikan proyek akan dibiayai. Karena Lender perlu mengetahui apakah proyek akan berjalan lancer dan mendatangkan keuntungan atau sebaliknya ada masalah yang ditutupi Borrower dan mengakibatkan kredit macet di kemudian hari;
-      Diperhatikan latar belakang dari perusahaan yang akan dibiayai atau calon Borrower.
-      Diperhatikan juga laporan keuangan sebelumnya;
-      Diperhatikan bagaimana prosepek market dari hasil perusahaan (Borrower).
Setelah credyt analisis dilakukan oleh Lead Manager dan ada komunikasi antara Lead Manager dan Perusahaan sebagai nasabah, Lead Manager akan membuat penawaran kepada bank-bank lain. Biasanya bank sudah memiliki ”rekanan” dalam Syndicated Loan. Ini bisa dipengaruhi oleh pengalaman dan reputasi setiap bank.
          Calon Lender atau bank-bank peserta akan mempelajari draft pengikatan kredit. Setiap bank melakukan sendiri dan tidak hanya dikerjakan oleh Lead Manager saja.
          Setelah setuju dengan draft pengikatan kredit, baru dilakukan signing.

          Kelebihan dari Syndicated Loan adalah Borrower diberi waktu yang panjang untuk Loan Repayment. Ada juga grace period atau jangka waktu di mana nasabah tidak membayar angsuran kepada bank-bank perserta sindikasi. Biasanya Borrower hanya membayar bunga saja.

Grace period ini diberikan karena biasanya pada suatu proyek, bilamana bangunan proyek tersebut telah selesai, tidak langsung menghasilkan uang atau keuntungan.
          Selain itu dijelaskan juga di bawah ini kelebihan-kelebihan Syndicated Loan dari Borrower, Lender maupun nasional.
         
Kelebihan dari Syndicated Loan Dari Sisi Debitur dan Kreditur
          Syndicate Loan memiliki kelebihan dibandingkan kredit lainnya.
Misalnya dari Borrower kelebihan Syndicated Loan :
1.    Syndicated Loan merupakan solusi mendapatkan kredit dalam jumlah besar dan lebih efisien karena hanya perlu menunjuk satu arranger untuk meng arrange kredit sindikasi pada Bank-bank sehingga debitur tak perlu mendatangi bank satu per satu. Jelas ini lebih mudah dan sederhana dibandingkan Borrower harus membuat proposal ke beberapa bank dan menjelaskan soal proyek.
2.    Memupuk kerja sama atau net working dengan Bank-bank lain, sehingga lain kali lebih mudah melakukan kerja sama.
3.    Menambah kredibilitas debitur, terutama bila peserta sindikasi terdiri dari
Dari Bank besar dan ternama.
4.    Untuk kepentingan publikasi (image), terutama bila dicantumkan dalam announcement di majalah internasional (bila kredit sindikasi melibatkan Bank Internasional).
Sedangkan dari Lender kelebihan dari Syndicated Loan :
1.    Adanya peraturan tentang 3L (Legal Lending Limit) membatasi pemberian kredit. Sedangkan di Indonesia ada peraturan berkiatan dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/ 2005 yang telah diubah dengan PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Umum Pemberian Kredit Bank Umum. Ketentuan ini diatur lebih lanjut pada Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 7/14/PBI/DPNP tertanggal 18 April 2005.
2.    Adanya penyebaran risiko. Karena bersama-sama dengan bank-bank lain membiayai suatu proyek tertentu, maka bilamana proyek tersebut gagal, maka timbulnya resiko berarti ditanggung bersama sesuai dengan porsi dari bank-bank tersebut yang ikut membiayainya.
3.    Untuk bank yang baru pertama kali terlibat dalam Syndicated Loan dapat mendapat pengalaman dari bank-bank lain tentang cara melalukan sindikasi, dari sudut penganalisaan kredit, dari sudut hukum/ penyiapan dokumentasi untuk mengikat kredit sindikasi tersebut, dan lain-lain.
4.    Dengan ikut serta sebagai peserta sindikasi tentu saja bank mendapat fee dari Borrower. Agent dan Lead Manager mendapat fee yang jumlahnya lebih besar. Sehingga tidak heran bank ingin ditunjuk sebagai Agent atau Legal Manager.
5.    Adanya image yang baik bagi bank-bank sindikasi. Bank-bank yang sudah sering ikut serta di dalam kredit sindikasi tentu saja imagenya semakin baik, dalam arti lebih dikenal, baik oleh Borrower maupun oleh kalangan masyarakat dan kalangan perbankan sendiri.
Dari sudut pandang nasinal, Syndicated Loan berguna untuk menunjang pembangunan. Selain itu industri perbankan semakin maju.

Peranan Legal Advisor Dalam Syndicated Loan dan Dokumentasi Hukum
Mengingat proses Syndicated Loan cukup rumit dan butuh perhatian dan ketelitian, peran konsultan hukum sangat diperlukan. Baik in-house lawyer atau bagian legal dalam bank sebagai Lender maupun dari Perusahaan sebagai Borrower. Untuk Perusahaan dan Bank kadang juga memakai konsultan hukum yang nantinya membuat legal opinion of Indonesian Counsel to the Borrower sebagai salah satu “condition precedent”.
Legal advisor dari bank peserta Syndicated Loan akan banyak berunding dengan Legal advisor dari pihak perusahaan.
Setelah dicapai kesepakatan mengenai sindikasi dan bank0bank peserta yang mendukungnya telah ada dan telah menyetujui untuk ikut membiayai suatu proye, maka pekerjaan yang cukup rumit dan melelahkan adalah masalah legal dan dokumentasi, terutama Syndicated Loan Agreement (yang biasanya menggunakan bahasa Inggris).
Para legal advisor atau legal officer masing-masing peserta sindikasi bersama-sama mendiskusikan aspek legal dan dokumen-dokumen apa saja yang harus di;engka[I untuk keamanan bank karena memberikan Loan dalam jumlah besar. Legal Lead Bank akan mengirimkan draft akta pengikatan syndicated loan. Draft tersebut umumnya dibuat oleh notaries yang telah ditunjuk, tapi kadang dibuat oleh konsultan hukum yang ditunjuk oleh para bank peserta Syndicated Loan.
Kadang butuh waktu lama untuk mempelajari draft ini karena nantinya masing-masing konsultan hukum akan mempertanggungjawabkan kepada pimpinan bank peserta sindikasi dan perusahaan (Borrower). Konsultan hukum mempelajari draft dan melihat apakah sesuai dengan Info Memo yang mereka peroleh.
Legal advisor akan mempelajari dengan seksama Syndicated Loan Agreement seperti representation and warranties, condition precedent, default dan lain-lain.
Bila ada hal-hal yang akan diubah/ ditambah/ dikurangi, maka bagian konsultan hukum atau bagian legal bank membuat surat kepada Legal Lead Bank dan ditembuskan kepada notaris. Proses tersebut dapat berlangsung sampai dengan setiap bank setuju dengan isi dan perubahan draft akta.
Dalam legal meeting pertama (di mana ada Perusahaan sebagai calon Borrower dan bank peserta sindikasi), konsultan hukum masih dapat mengubah, menambah atau mengurangi draft akta. Draft tersebut nantinya masih dikirim kepada masing-masing peserta sindikasi sebelum akhirnya ditandatangani.


Sumber :
1.    Aspek Legal Kredit Sindikasi (Herlina Suyati Bachtiar,S.H., MBA);
2.    Guide to Syndicated Loan (Loan Market Association).