Friday, October 1, 2010

PERBEDAAN PROSEDUR DALAM HUKUM ACARA PERDATA DAN HUKUM ACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Hubungan Industrial adalah perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh ataupun Serikat Buruh dengan Pengusaha, karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan dalam satu perusahaan.

Berbeda dengan dulu masih terdapat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P), saat ini penyelesaian perselisihan industrial dilakukan melalui proses musyawarah terlebih dahulu yang menyerupai P4D dan P4P. Jika sebelum berlaku Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI), perselisihan perburuhan yang berkaitan dengan surat keputusan pejabat diperkarakan di Pengadilan Tata Usaha Negara dan/ atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, maka sejak berlaku UU PPHI, perselisihan tersebut dapat dilakukan di Pengadilan Hubungan Industrial.

Tidak semua buruh mengetahui adanya Pengadilan Hubungan Industrial meskipun Undang-Undang yang mengatur itu sudah ada sejak hampir lima tahun. Apalagi proses di pengadilan hampir serupa dengan proses pengadilan kasus perdata.

Status Pengadilan Hubungan Industrial memang merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan Peradilan Umum. Seperti yang telah disebut di atas. Tugas dan Kewenangan Pengadilan tersebut adalah mengadili hal-hal yang tercantum dalam Pasal 2 UU PPHI.


Pasal 2

Jenis Perselisihan Hubungan Industrial meliputi :

   1. perselisihan hak;
   2. perselisihan kepentingan;
   3. perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan
   4. perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.



Lalu apa perbedaan hukum acara dalam Kasus Perdata dan Perselisihan Hubungan Industrial? Berikut ini akan dibahas beberapa point tentang perbedaan keduanya.


1.   Hakim Adhoc

Hakim Adhoc adalah salah satu bagian dari susuna Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di tingkat Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Hakim Adhoch ini merupakan unsur dari Pengusaha dan Serikat Pekerja.

Hakim Adhoc diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung dari nama yang disetujui oleh Menteri atas usul serikat pekerja dan organisasi pengusaha.

Tentunya hakim adhoc ini tidak dikenal dalam hukum acara perdata.


2.   Empat Macam Perselisihan dalam UU PPHI.

Jika dalam Hukum Acara Perdata dikenal bermacam-macam gugatan dengan sengeketa yang berbeda, dalam PHI hanya dikenal empat macam perselisihan seperti disebut dalam Pasal 2 UU PPHI.


3.   Tidak ada Upaya Banding dan Membatasi Perkara Tertentu Untuk Kasasi.

Dalam Hukum Acara Perdata tidak ada batasan perkara tertentu untuk Banding dan Kasasi. Setiap pihak yang bersengeketa tidak puas dengan putusan hakim, ia berhak untuk mengajukan upaya banding.

Pada PHI, tidak ada upaya Banding. Ada kasasi tapi untuk perkara tertentu.

Untuk menjamin penyelesaian yang cepat, tepat, adil, dan murah, penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui PHI yang berada pada lingkungan peradilan umum dibatasi proses dan tahapannya dengan tidak membuka kesempatan lagi untuk mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi. Putusan PHI pada Pengadilan Negeri yang menyangkut perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat langsung dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.

Sedangkan putusan PHI pada Pengadilan Negeri yang menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.


4.   Tidak Ada Biaya Perkara Untuk Gugatan di Bawah Rp. 150.000.000,-

Jika di Hukum Acara Perdata ada kewajiban membayar biaya perkara, kecuali bagi yang tidak mampu, pada PHI biaya perkara cenderung lebih meringankan.

Untuk gugatan perselisihan hubungan industrial di bawah Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta Rupiah) tidak ada biaya perkara.


5.   Gugatan ke PHI pada Pengadilan Negeri di Wilayah Pekerja Bekerja

Gugatan dalam Hukum Acara Perdata diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah di mana Tergugat tinggal. Atau bila ditentukan dalam Perjanjian, maka akan mengikuti sesuai dengan Pengadilan Negeri di wilayah sesuai dengan kesepakatan para pihak dan tertuang dalam Perjanjian tersebut.

Berbeda dengan PHI, gugatan diajukan ke pengadilan negeri di wilayah di mana pekerja bekerja.

Hal ini kadang membuat buruh bingung saat menafsirkan dalam UU PPHI apa yang dimaksud  tempat pekerja bekerja.

Contoh kasus : Seorang pekerja bekerja di sebuah pabrik di Tangerang dan bertempat tinggal di Depok. Sementara kantor pusat pabrik itu berada di Jakarta. Di mana pekerja akan mengajukan gugatan perselisihan hubungan industrial?

Jawaban : Ke pengadilan negeri Tangerang.


6.   Bipartit dan Mediasi Wajib (di luar PHI)

Perundingan dianjurkan oleh hakim saat di persidangan pertama dalam Hukum Acara Perdata. Mediasi bahkan dapat dilakukan oleh Hakim di Pengadilan Negeri dan para pihak yang berperkara tidak perlu membayar hakim tersebut.

Bagaimana dengan PHI? Bipartit dan Mediasi wajib dilakukan di luar PHI.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diusahakan melalui penyelesaian
perselisihan yang terbaik, yaitu penyelesaian perselisihan oleh para pihak yang berselisih, sehingga dapat diperoleh hasil yang menguntungkan kedua belah pihak. Penyelesaian ini dapat diselesaikan melaui Bipartit, Tripartit, Arbitrase dan Pengadilan Hubungan Industrial.

Penyelesaian Bipartit dapat dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat oleh para pihak, tanpa dicampuri oleh pihak manapun.

Penyelesaian Tripartit dilakukan, dalam hal apabila penyelesaian perselisihan melalui Bipartit antara Pengusaha dengan buruh tidak dapat tercapai, maka Pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan masyarakat kepada pekerja/buruh dan Pengusaha, berkewajiban memfasilitasi penyelesaian Hubungan Industrial tersebut. Upaya fasilitasi dilakukan dengan menyediakan tenaga Mediator yang bertugas untuk mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang berselisih.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Arbitrase dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama, dan apabila didalam Perjanjian Kerja Bersama tidak diatur tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial secara Arbitrase, maka para pihak dapat membuat Perjanjian pendahuluan yang berisikan penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase pada saat sengketa telah terjadi.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Arbitrase yang dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak, tidak dapat diajukan Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial karena Putusan Arbitarse bersifat akhir dan tetap, kecuali dalam hal-hal tertentu dapat dilakukan pembatalan ke Mahkamah Agung RI.

Penyelesaian Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial dilakukan, apabila tahapan proses Bipartit dan Tripartit tidak dapat menemui titik temu. Permohonan pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan Gugatan oleh salah satu pihak yang tidak menerima anjuran yang telah dikeluarkan oleh Mediator ataupun Konsiliator, kepada Ketua Pengadilan Hubungan Industrial. Pemeriksaan sengketa Perselisihan Hubungan Industrial dillaksanakan oleh Majelis Hakim yang beranggotakan 3 (tiga) orang, yakni seorang Hakim Pengadilan Negeri dan 2 (dua) orang Hakim Ad–Hoc yang pengangkatannya di usulkan oleh organisasi Pengusaha dan organisasi buruh.


7.   Serikat Pekerja dan Organisasi Pengusaha sebagai Kuasa Anggotanya

Dalam Hukum Acara Perdata, hanya subjek yang berperkara dan advokat yang boleh beracara di Pengadilan.

Dalam PHI Serikat Pekerja dan Organisasi Pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa anggotanya.


8.   Mengenal Pemeriksaan dengan Acara Biasa dan Acara Cepat

Pemeriksaan Acara Cepat dikenal dalam UU PPHI seperti tercantum dalam Pasal 98.

   1. Apabila terdapat kepentingan para pihak dan/ atau salah satu pihak yang yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan pemohon yang dari kepentingan, para pihak dan/ atau salah satu pihak dapat memohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial supaya pemeriksaan sengeketa dipercepat.
   2. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkan permohonan tersebut.
   3. Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 (dua) tidak dapat digunakan upaya hukum.


Jelas dalam PHI dikenal adanya pemeriksaan dengan acara biasa dan acara cepat. Yang mana acara cepat tidak dikenal dalam Hukum Acara Perdata.

9.   Waktu Penyelesaian Dibatasi

Waktu penyelesaian dalam PHI dibatasi yaitu 50 hari kerja di tingkat Pengadilan Negeri dan 30 hari kerja di tingkat Kasasi. Hal ini untuk menjamin penyelesaian yang cepat, tepat, adil, dan murah.

Sedangkan pada Hukum Acara Perdata waktu penyelesaian diatur secara internal dengan SK Ketua Mahkamah Agung kecuali Kasasi yang diatir dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.

Kelemahannya dalam PHI adalah tidak diatur jangka waktu dari satu proses pengadilan ke pengadilan (upaya hukum) berikutnya.


10.Putusan Sela Tidak Dapat Diajukan Perlawanan
 

Dalam PHI putusan sela tidak dapat diajukan perlawanan dan/ atau upaya hukum. Misalnya putusan sela tentang pembayaran upah skorsing.
 

Dalam Hukum Acara Perdata putusan sela dapat dimintakan upaya banding.


11.Pembatalan Putusan Arbitrase Dilakukan Oleh Mahkamah Agung

Seperti yang disebut di atas, dikenal juga proses arbitrase dalam Penyelesaian Hubungan Industrial. Jika ada pembatalan putusan arbitrase, maka harus dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Pada Hukum Acara Perdata pembatalan putusan arbitrase dilakukan Ketua Pengadilan Negeri.



Referensi :

Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Makalah workshop Prosedur dan Kiat Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial yang diadakan Affix Consulting di Hotel Bidakara.

0 comments:

Post a Comment