Wednesday, November 3, 2010

TINDAK PIDANA PERS DALAM KUHP DAN UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

Dirangkum dari buku Panduan Hukum Untuk Jurnalis oleh Aliansi Jurnalis Independen terbitan AJI Jakarta tahun 2005.

Dalam era kebutuhan masyarakat untuk menerima informasi dengan pergerakan sangat cepat, media massa memiliki peranan sangat penting. Dari tahun ke tahun bertambah terus media yang menyediakan informasi dengan cepat, akurat, dan disajikan dalam bentuk hard news. Bentuk penyampaian berita tidak lagi konvensional seperti Koran, majalah, tabloid, berita TV dan berita Koran.

Jurnalisme adalah salah satu cara kebebasan mengemukakan pendapat seperti yang tercantum dalam undang-undang dan konvensi.

Di Indonesia jaminan tersebut ada pada Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi, Pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. (Pasal 19 dari Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 menyatakan “setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat”).

Jaminan terhadap kemerdekaan tersebut juga terdapat dalam setiap naskah hak-hak asasi manusia yang dikeluarkan setelah Perang Dunia II, misalnya Deklarasi Umum PBB tentang Hak-Hak Asasi manusia tahun 1948 dalam Pasal 19 menyatakan: Pasal 19 ”Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk meliputi kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keteranganketerangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas-batas.

Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
Pasal 19
“1. Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapatkan gangguan;
2. Setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat atau mengungkapkan diri, dalam hal ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberi informasi/keterangan dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan pembatas-pembatasan, baik secara lisan maupun tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, atau sarana lain menurut pilihannya sendiri;
3. Pelaksanaan hak-hak yang diberikan dengan ayat 2 pasal ini membawa berbagai kewajiban dan tanggungjawabnya sendiri. Maka dari itu dapat dikenakan pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi hal demikian hanya boleh ditetapkan dengan undang-undang dan sepanjang keperluan untuk:
a. Menghormati hak-hak dan nama baik orang lain;
b. Menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau kesusilaan
umum.

Pasal 10 Konvensi Eropa tentang Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1950 yang menyatakan:
”(1) Setiap orang berhak atas kebebasan untuk mengutarakan pendapat. Hak ini harus mencakup kebebasan berpendapat dan kebebasan untuk menerima dan memberikan keterangan tanpa campur tangan suatu instansi (badan) umum dan tanpa mengindahkan perbatasan-perbatasan. Pasal ini tidak akan menghalangi suatu negara untuk memberikan syarat ijin usaha untuk penyiaran, televisi dan bioskop.
(2) Pelaksanaan segala kebebasan ini, karena membawa berbagai kewajiban dan tanggungjawab masing-masing, harus mengikuti formalitas, persyaratan atau pidana, yang diatur dengan undang-undang dan diperlukan dalam suatu masyarakat demokrasi demi kepentingan keamanan, integritas/kedaulatan wilayah atau keselamatan umum; untuk mencegah kekacauan atau kejahatan, menjaga kesehatan atau kesusilaan umum, melindungi nama baik atau hak orang lain, menghalangi pengungkapan keterangan yang telah diterima sebagai rahasia, atau guna mempertahankan kekuasaan dan kenetralan peradilan.”

Dalam waktu satu dasawarsa terakhir berkembang pesat berita online atau yang lebih sering disebut berita dotcom. Tidak hanya koran cetak saja yang membuat portal berita. Situs berita juga bermunculan meskipun sebelumnya tidak mempunyai versi cetak.

Meskipun tuntutan pekerjaan jurnalis atau pers meningkat, pemburu berita ini juga dituntut keprofesionalitasnya. Terutama untuk memainkan peranan sebagai watch dog dalam masyarakat dan kekuasaan pemerintah. Meksipun menulis sebagai kebebasan berekspresi, mengemukakan pendapat dan memainkan peranan watch dog, tidak sedikit jurnalis yang melakukan kesalahan dalam membuat berita.

Dewan Pers sampai saat ini menerima berita yang berpotensi melanggar kode etik, menyangkut pencemaran nama baik, dan berita yang berpotensi kriminal atau tidak terjadi (hanya mengada-ada). Tetapi Dewan Pers hanya menerima pengaduan untuk pemberitaan yang diduga melanggar kode etik. Sedangkan berita berpotensi kriminal tetap menjadi kewenangan pengadilan.
Terhadap berita yang diadukan, Dewan Pers mengeluarkan rekomendasi seperti :
1. Berita tidak melanggar kode etik;
2. Berita melanggar kode etik;
3. Berita dari banyak sisi memang bermasalah.

Menurut Dr. Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia) suatu tindakan bisa menjadi tindak pidana pers jika memenuhi tiga syarat :
1. Harus dilakukan dengan barang cetakan;
2. Harus merupakan pernyataan pikiran atau perasaan (sengaja/ bukan dipaksa);
3. Harus ternyata bahwa publikasi itu merupakan suatu syarat untuk menumbuhkan kejahatan.

Berkaitan dengan pidana pers masih ada perdebatan mana peraturan yang berlaku? Apakah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers? Apakah Undang-Undang Pers menjadi lex specialis derogate legi generalis?

Dalam Undang-Undang Pers tidak diatur secara detil tentang tindak pidana. Disebut dalam Pasal 18 ayat 2 “Perusahaan Pers yang melanggar pasal 5 ayat 1 dan 2, serta Pasal 13, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sedangkan di Pasal 5 ayat 1 dinyatakan Pers Nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Pasal 5 tersebut mencakup hampir seluruh bentuk kejahatan di perusahaan media.
Dalam penjelasan Pasal 12 Undang-Undang Pers ditentukan terhadap pelanggaran pidana dikenakan undang-undang pidana. Sehingga dapat disimpulkan KUHP dapat diberlakukan untuk tindak pidana tertentu yang dilakukan oleh pers.

Pasal-Pasal Pidana Pers Dalam KUHP

Berikut ini adalah Pasal-Pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan beberapa tindak pidana pers.

A. Pasal 310 sampai Pasal 321 tentang Aneka Penghinaan
Pasal 310 ayat (1) “Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam dengan pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Pasal 310 ayat (2) “Dalam hal dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Kata pencemaran ditulis “dilakukan dengan tulisan atau gambaran” dimuat di media dalam bentuk tulisan/ teks atau image. Dengan berkembangnya zaman diartikan lebih luas seperti script yang dibaca pada media radio dan televisi, termasuk juga rekaman video, image foto, image digital, dan karikatur.

B. Pasal 483 sampai Pasal 485 tentang Kejahatan Dengan Cetakan
Pasal 483 “Barang siapa menerbitkan sesuatu tulisan atau sesuatu gambar yang karena sifatnya merupakan delik, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

C. Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 tentang Kejahatan Atas Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 137 ayat 1 “Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 137 ini ditujukan kepada orang yang mempublikasikan tulisan dan gambar berisi penghinaan, bukan yang membuatnya.

D. Pasal 142 sampai Pasal 145 tentang Kejahatan atas Negara Sahabat dan Kepada Negara Sahabat.
Pasal 142 “Penghinaan dengan sengaja terhadap yang memerintah atau kepada Negara sahabat diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

E. Pasal 156, Pasal 156a, Pasal 157, Pasal 160, Pasal 162, Pasal 163 KUHP, Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 (Informasi dan Transaksi Elektronik) tentang Kejahatan Atas Ketertiban Umum.
Pasal 156 “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Yang dimaksud dengan “golongan” dalam pasal ini dan pasal berikutnya ialah tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

F. Pasal 112 dan 113 tentang Membocorkan Rahasia Negara.
Pasal 112 “Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

G. Pasal 322 tentang Membuka Rahasia Jabatan/ Profesi.
Pasal 322 ayat 1 “ Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.”

Dalam praktek jika narasumber minta dirahasiakan identitasnya lalu jurnalis malah membuka, maka si jurnalis dapat dijerat dengan pasal ini.

H. Pasal 282, Pasal 283, Pasal 533, Pasal 534, Pasal 535 KUHP dan Undang Undang No. 44 Tahun 2008 (Pornografi) tentang Kejahatan Kesusilaan/ Pornografi.
Pasal 282 ”barangsiapa menyiarkan mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum, tulisan atau gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, dapat dikenai pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tingg empat ribu lima ratus rupiah." Pasal lain yang tidak banyak memberi penjelasan adalah pasal 533 ayat 1, di dalamnya tertulis: barangsiapa di tempat lalu lintas umum dengan terang-terangan mempertunjukkan atau menempelkanctulisan dengan judul, kulit atau isi yang dibikin terbaca, maupun gambar ataucbenda yang mampu membangkitkan nafsu birahi remaja dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama dua tahun. Karena itu mengenai pornografi diatur lebih dalam undang-undang tersendiri.


Referensi :
1. Kitab Undang Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers;
3. Panduan Hukum Untuk Jurnalis oleh Aliansi Jurnalis Independen terbitan AJI Jakarta tahun 2005.

0 comments:

Post a Comment